Pembelajaran Berbasis Lesson Study


Pendahuluan
a.      Apa yang dimaksud dengan Lesson Study?
Lesson Study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkesinambungan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study berasal dari Jepang. Di Indonesia berkembang melalui IMSTEP ( Indonesia Mathematics & Science Teacher Education Project ), dan yang telah melakukan hal tersebut adalah UPI, UNY, dan UNM sejak tahun 2001. Kemudian program SISTEMS (Strengthening In-service Teacher Training of Mathematics and Science Education Junior High Scondary Level) yang dilaksanakan di Sumedang, Bantul, dan Pasuruan tahun 2006.
b.      Gambaran Umum Lesson Study
Secara Umum lesson study mencangkup hal-hal sebagai berikut :
1.      Mempertimbangkan tujuan pembelajaran dan perkembangan siswa, serta merencanakan pembelajaran untuk mengumpulkan data.
2.      Mengobservasi pembelajaran dalam rangka Lesson Study. menggunakan data hasil observasi untuk melakukan refleksi tentang pembelajaran secara mendalam dan lebih luas.
3.      Melakukan perencanaan ulang dengan topik yang sama untuk melakukan open lesson pada kelas berbeda.

c.       Tujuan Utama Lesson Study
Lesson Study merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru.   Tujuan utama Lesson Study yaitu untuk :
1.   memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar;
2. memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran;
3. meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.


Pembahasan
a.      Sejarah Lesson study di Indonesia
Isu tentang pendidikan di Indonesia masih hangat untuk diperdebatkan, terutama yang menyangkut kualitasnya. Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah tingkat kompetisi dan relevansinya (Parawansa, 2001; Siskandar, 2003; Suyanto, 2001).
Laporan United Nation Development Program (UNDP) tahun 2005 mengungkapkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia menempati posisi ke-110 dari 117 negara. Laporan UNDP tersebut mengindikasikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia relatif rendah.
Sadar akan hasil-hasil pendidikan yang belum memadai, maka banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk melakukan perbaikan. Upaya-upayatersebut, adalah melakukan perubahan atau revisi kurikulum secara berkesinambungan, program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Penataran Kerja Guru (PKG), program kemitraan antara sekolah dengan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, proyek peningkatan kualifikasi guru dan dosen, dan masih banyak program lain dilakukan untuk perbaikan hasil-hasil pendidikan tersebut. Upaya-upaya tersebut telah dilakukan secara intensif, tetapi pengemasan pendidikan sering tidak sejalan dengan hakikat belajar dan pembelajaran. Dengan kata lain, reformasi pendidikan yang dilakukan di Indonesia masih belum seutuhnya memperhatikan konsepsi belajar dan pembelajaran. Reformasi pendidikan seyogyanya dimulai dari bagaimana siswa dan guru belajar dan bagaimana guru mengajar, bukan semata-mata pada hasil belajar.
Di Indonesia, Lesson Study telah diterapkan di tiga daerah (Malang, Yogyakarta, dan Bandung) sejak tahun 2006 melalui skema Strengthening In-Service Teacher Training of Mathematics and Science (SISTTEMS) (Susilo, 2007).
Di Bali, isu tentang Lesson Study baru terdengar pada awal tahun 2007. Lesson Study menyediakan suatu proses untuk berkolaborasi dan merancang lesson (pembelajaran) dan mengevaluasi kesuksesan strategi-strategi mengajar yang telah diterapkan sebagai upaya meningkatkan proses dan perolehan belajar siswa (Lewis, 2 002; Lewis, et al., 2006; Yuliati, et al., 2006). Dalam proses-proses LS tersebut, guru bekerja sama untuk merencanakan, mengajar, dan mengamati suatu pembelajaran yang dikembangkannya secara kooperatif. Sementara itu, seorang guru mengimplementasikan pembelajaran dalam kelas, yang lain mengamati, dan mencatat pertanyaan dan pemahaman siswa. Penggunaan proses LS dengan program-program pengembangan yang profesional tersebut merupakan wahana untuk mengembalikan guru kepada budaya mengajar yang proporsional (Lewis & Tsuchida, 1998).

b.      Permasalah Lesson Study yang timbul di Indonesia
Belum seragamnya pemahaman tentang lesson study. Terjadinya deviasi dalam memahami kegiatan lesson study, tidak jarang menimbulkan perbedaan pendapat. Sebagian pihak memandang inovasi pembelajaran harus berawal dari ide guru atau kelompok guru itu sendiri, sebagian lain berpandangan harus dibawah bimbingan dosen yang dinilai pakar. Hal ini telah melahirkan tindakan yang berbeda, yang satu membiarkan guru merencakan sendiri, ketika akan implementasi baru melaporkan. Yang kedua, adalah dosen secara aktif membimbing guru calon penyaji sampai dalam hal menyiapkan media maupun baha-bahan pembelajarannya. Guru seolah-olah hanyalah ‘wayang’ yang memainkan ide ‘dalang’.
Prihal kesiapan bekerja sama. Kadangkala muncul pada saat membuat keputusan siapa yang akan menjadi penyaji pembelajaran yang siap diobservasi. Jarang guru yang mengajukan diri, karena masih ada perasaan bahwa sebagai penyaji harus menyiapkan sendiri pembelajaran yang biasa tidak dilakukannya, harus berkorban dana maupun tenaga untuk konsultasi dengan dosen mitra, terkadang harus meninggalkan putra didiknya. Hal ini yang kadang bila kurang dukungan pimpinan sekolahnya membuat guru kurang tertarik. Perasaan lain adalah bahwa seorang penyaji harus siap korban perasaan saat dikritik oleh sesame temannya.
Koordinasi. Walaupun sudah melalui tahap sosialisasi, secara teoritis bahwa keinginan meningkatkan mutu pembelajaran seharusnya ke luar dari niat para guru (sekolah atau MGMP), tetapi mengingat kesibukan kegiatan sekolah terkadang niat ini terlupakan. Bila tidak diingatkan, sekolah lupa sehingga tidak mendorong gurunya untuk melaksanakan kegiatan ini. Walaupun sudah direncanakan, terkadang sulit mencari peluang atau kesempatan yang sesuai antara kegiatan sekolah dengan kegiatan dosen itu sendiri. Sehingga kadangkala saat implrmrntasi observer dating terlambat. Karena harus mengajar dulu dan banyak alasan lainnya. Hal ini berdampak pada saat kegiatan refleksi.
Ketersediaan sarana dan dukungan finansial. Untuk bisa berjalannya kegiatan ini, buat kesepakan bersama bahwa biaya kebutuhan guru harus ditanggung sekolah dan kebtuhan pihak dosen ditanggung oleh pihak fakultas. Tetapi kenyataan di lapangan sering menemui kendala, guru malu untuk meminta sekedar yang tak seberapa tapi diperlukannya. Juga pihak jurusan/dosen belum mempunyai anggaran khusus untuk hal tersebut. Selain dana, juga fasilitas di sekolah. Bila guru ingin melaksanakan pembelajaran yang menuntut eksperimen kelompok jumlah set alat yang tersedia biasanya tidak memadai untuk jumlah siswa sekitar 40 orang (8 kelompok). Terkadang hanya tersedia setengahnya. Untuk itulah biasanya dibantu dengan meminjam. Kondisi bangku di ruangan kelas sekolah umumnya tidak mendukung mobilitas dan interaksi siswa. Bangku yang tersedia umumnya statis dan sempit, apalagi dihadiri banyak observer sehingga menambah sesak dan pengap.
Cara menyampaikan pendapat dalam kegiatan refleksi. Walaupun sudah diingatkan saat sosialisasi bahwa focus observasi adalah cara belajar siswa, tidak mengeritik guru secara langsung, tapi karena belum terbiasa masih sering muncul kritikan langsung kepada prilaku guru. Hal ini yang kadang-kadang menyebabkan kecil hati bagi penyaji.
c.       Bagaimana melakukan Lesson Study?
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif berdasarkan permasalahan di kelas untuk mengembangkan model pembelajaran yang berpusat pada siswa malalui hands-on & minds-on activity, daily life, dan local materials.
Seorang guru dari anggota kelompok melakukan pembelajaran atau mengajar, sementara anggota lainnya mengamati. Pengamatan dapat dilakukan oleh orang lain selain anggota kelompoknya. Pengamat tidak diperkenankan menganggu/ membantu siswa selama proses pembelajaran.
Guru, pengamat, dan orang lain melakukan sharing lesson learn tentang aktifitas siswa. Pengamat saling belajar dari pembelajaran dan hasil sharing digunakan merevisi rencana pembelajaran. (Dikutip dari MyDriana_23)
Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Makoto Yoshida adalah orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi.
Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:
“lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning, and protocols that enable productive discussion of difficult issues”.
Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.
Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu:
a)    Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.
b)    Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
c)   Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
d)   Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.
Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study ini, dijumpai beberapa pendapat. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
a)   Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
b)   Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
c)     Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
d)    Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
e)     Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa
f)     Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.
Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran Slamet Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-See (Check-Act) (PDCA), di bawah ini akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study sebagai berikut:
1) Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat mengetahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan.
2) Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang telah disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
  1. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.
  2. Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study.
  3. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
  4. Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
  5. Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
  6. Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
  7. Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan kegiatan pembelajaran siswa yang tercantum dalam RPP.
3) Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.
Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.

Penutup
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran individual, maupun menajerial.
Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.
Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.





Daftar Referensi
Asep Jolly,2008, Model Praktek Lesson Study di Kabupaten Bandung, Bahan Pelatihan Guru Bahasa Jepang. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung.
Bill Cerbin & Bryan Kopp. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project. online: http ://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm
Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm
Lesson Study Research Group online:  http://www.tc.edu/lessonstudy/whatislessonstudy.html
Nelson, L. M. 1999. “Collaborative problem solving”. Dalam Reigeluth, C. M.(Ed.): Instructional-design theories and models: A new paradigm of instructional Theory”, volume II. 241-292. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Slamet Mulyana. 2007. Lesson Study (Makalah). Kuningan: LPMP-Jawa Barat
Wikipedia.2007. Lesson Study. Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Lesson_study

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...